Skip to main content

Catatan Akhir Perkuliahan

Saya menulis lagi. Keinginan ini sudah terpendam begitu lama, lalu saya harus mengakuinya bahwa saya seorang pemalas. Rasa malas tanpa perlawanan, tidak hanya akan singgah, tetapi menetap sampai waktu yang tidak bisa ditentukan.

Satu tahun sudah saya menyelesaikan pendidikan Strata 1 di bidang teknik lingkungan. Menyelesaikan, lalu keluar dari kampus dan memasuki dunia lainnya. Satu tahun terakhir di masa perkuliahan adalah waktu yang paling menyenangkan bagi saya. Kesenangan, yang pada mulanya dibungkus dengan kesedihan dan perjuangan. Lalu saya mendapatkan banyak pelajaran dan ingin berbagi kepada sesama.
Tugas akhir saya mengenai reduksi dan pengumpulan sampah rumah tangga di Kecamatan Semampir, Surabaya. Tema tugas akhir ini sebenarnya merupakan tema yang tidak sengaja dipilih atas saran dosen saya. Sebelumnya saya bertekad untuk mengambil tugas akhir di bidang perencanaan instalasi pengolahan air limbah setempat yang berhubungan dengan masyarakat, meski nilai mata kuliah di bidang tersebut adalah BC (HAHA). Tugas akhir yang berhubungan dengan masyarakat saya pilih, karena saya ingin belajar berbaur dan berkomunikasi lebih baik lagi dengan masyarakat (sebenarnya sebagai salah satu upaya saya menangani sifat introvert dalam diri). Dengan alasan dosen saya bahwa proyek di bidang persampahan yang belum selesai dan nilai mata kuliah di bidang persampahan yang lebih baik dari pengolahan air limbah setempat, maka beliau menyarankan saya mengambil tugas akhir di bidang persampahan (meski alasan lain saya enggan mengambil tugas akhir di bidang persampahan adalah dosen pengampu bidang tersebut yang cukup galak. Hehehe).

“...ketika kita masuk ke dalam kandang macan, ada dua kemungkinan yang terjadi. Kemungkinan pertama, kita habis. Sebab kita tidak bisa berteman dengannya dan ia memangsa kita dengan suka cita. Kemungkinan kedua, kita berteman baik dengannya dan kita bisa belajar cara-cara menjadi macan. Menghindari macan hanya akan menjadikan kita asing di hadapannya. Hingga suatu saat waktu mempertemukan sebagai pemangsa...”, begitu kata dosen saya. Saya hanya meng-iya-kan dan menjadi setuju.

Kecamatan Semampir merupakan salah satu kecamatan yang terletak di Surabaya Utara dan terdiri atas lima kelurahan, antara lain Kelurahan Sidotopo, Kelurahan Wonokusumo, Kelurahan Pegirian, Kelurahan Ampel, dan  Kelurahan Ujung. Jenis tugas akhir yang saya kerjakan adalah penilitian survei terkait timbulan sampah rumah tangga, reduksi, dan pengumpulan sampah rumah tangga di Kecamatan Semampir.

Data yang saya butuhkan dalam analisis pada tugas akhir saya meliputi data primer dan sekunder. Pengambilan data sekunder saya lakukan pada semester tujuh, dengan mengambil data terkait kependudukan dan kondisi pengelolaan sampah di setiap kantor kelurahan dan Kecamatan Semampir. Hal yang cukup menguji kesabaran ketika beberapa data tidak bisa saya dapatkan atau mungkin pegawai kantor yang mengambil jam istirahat sebelum jam istirahat tiba. Mungkin memang sistem pemerintahan yang kurang baik, pikir saya ketika itu, lalu selepas perkuliahan Tuhan melempar saya ke tempat yang juga berhubungan dengan pemerintahan. Terimakasih Ya Rabb. Saya banyak belajar.

Pengambilan data primer dan sekunder mengajarkan saya untuk mengenal orang baru lebih banyak dan lebih cepat. Senyum, keramahan, dan kesopanan adalah kunci utama yang harus saya berikan ketika bertemu dengan orang-orang baru itu. Aplikasi peta pada telepon pintar banyak sekali membantu diri menemukan nama dan alamat orang yang bahkan belum dikenal sama sekali. Meski faktanya aplikasi tidak bisa  membantu menelusuri gang-gang sempit. Pada kondisi tersebut, hal yang bisa saya lakukan hanyalah bertanya kepada sesama manusia, tidak lagi benda (kembali berinteraksi dengan orang baru). Dari pelajaran ini, saya menjadi menyukai pertemuan dengan orang-orang baru. Pertemuan yang teka-teki, yang di dalam hati dan pikiran selalu saya tanyakan “Setelah ini siapa lagi yang akan saya temui?, akan seperti apa?, akan dimulai dan diakhiri dengan bagaimana?..”

Pertemuan dengan orang-orang baru terkadang tidak mudah bagi saya. Sebab saya harus memulai pendekatan dengan obrolan-obrolan acak yang saya siapkan. Namun, di antara banyak pertemuan, pendekatan yang paling sulit saya lakukan adalah pendekatan dengan petugas pengumpul sampah di Tempat Penampungan Sampah Sementara (TPS). Pendekatan tersulit, tetapi pertemuan yang paling berkesan. Melakukan pendekatan dengan petugas pengumpul sampah harus saya lakukan dengan terus-menerus untuk menjalin hubungan yang baik (sehingga mereka bersedia memberikan informasi tersembunyi terkait pengumpulan sampah kepada saya). Obrolan-obrolan kami biasanya seputar tentang pengalaman mereka dalam mengumpulkan sampah hingga obrolan tentang keluarga masing-masing (terkadang juga berita terkini dan petuah bijak bagi saya). Sebelum memulai, biasanya saya sudah menyiapkan rokok untuk nantinya menemani obrolan. Satu hal yang pasti, perokok bukan orang yang jahat (meski merokok berdampak buruk). Catat, setiap orang punya alasannya sendiri, dan kita perlu menghargai itu.

Kecamatan Semampir memiliki 7 TPS, antara lain TPS Wonokusumo Kidul, TPS Jati Srono, TPS Jati Purwo, TPS Mrutu Kalianyar, TPS Ampel Makam (berupa landasan), TPS Ampel Pariwisata (berupa landasan), dan TPS Benteng (sebenarnya TPS Benteng terletak di Kecamatan Pabean Cantikan, namun sebagian kelurahan di Kecamatan Semampir juga mengumpulkan sampahnya ke TPS Benteng). Untuk mendapatkan data primer terkait kondisi pengumpulan sampah, saya harus melakukan pemetaan TPS di seluruh TPS tersebut. Pemetaan TPS dilakukan dengan mengukur luas TPS, melakukan pendataan fasilitas yang ada di dalam TPS, jumlah, jenis, dan ukuran alat pengumpul sampah, ritasi alat pengumpul sampah, dan wilayah pelayanan setiap alat pengumpul sampah. Maka, hal yang saya lakukan adalah mengunjungi setiap TPS tersebut dengan durasi minimal 12 jam untuk setiap satu TPS. Pada awalnya, petugas pengumpul sampah merasa asing dengan kedatangan saya. Tidak sedikit dari mereka yang mengira saya dan teman saya (kebetulan salah satu teman saya juga melakukan penelitian survei terkait timbulan, reduksi, dan pengumpulan sampah fasilitas pendidikan di Kecamatan Semampir) adalah utusan dari kantor pemerintahan untuk melakukan survei terkait kinerja petugas pengumpul sampah. Hal ini membuat mereka enggan berbincang banyak, sehingga saya harus memberikan penjelasan maksud dan tujuan saya melakukan survei. Pada akhirnya mereka tahu maksud kedatangan saya, sehingga terbuka dengan memberikan informasi terkait pengumpulan sampah.
Dosen yang saya ceritakan pada awal tulisan pernah berkata,
“Percaya atau tidak, setelah kamu melakukan penelitian survei ini, kamu akan mengerti salah satu alasan penunda kiamat. Mereka, petugas pengumpul sampah dan pemulung yang akan kamu temui, adalah orang-orang baik yang masih bisa ditemui. Mereka, orang-orang yang tulus dalam berteman...”

Saya percaya. Saya percaya, setelah bertemu dengan mereka secara langsung. Penelitian survei ini sedikit banyak mengubah cara pandang saya. Saya belajar banyak sekali dari setiap pertemuan dan obrolan yang saya lakukan. Tidak jarang saya menemukan mereka mengais sisa makanan yang mereka temukan di dalam alat pengumpul sampah mereka. Ketika saya mengingatkan mereka tentang masa kadaluarsa atau ke-higienis-an sisa makanan tersebut, mereka hanya menjawab bahwa dengan berdoa sebelum makan dan tingkat kekebalan tubuh mereka yang tinggi semuanya akan baik-baik saja. Baiklah, di sisi ini saya sangat menyesal sering membuang makanan yang berdampak pada meningkatnya timbulan sampah sisa makanan. Padahal di tempat lain, banyak orang-orang yang bersusah payah untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka.

Pelajaran lainnya yang saya dapatkan adalah tidak menilai orang dari satu sisi, melainkan dengan cara pandang yang luas dari banyak sisi. Awalnya saya berpikir bahwa setiap orang yang mengkonsumsi minuman keras merupakan hal yang tidak baik, atau kriminal. Setelah saya bertemu dengan mereka (petugas pengumpul sampah yang beberapa diantaranya menkonsumsi minuman keras), saya menjadi mengerti bahwa setiap orang punya alasan terhadap apapun yang mereka lakukan. Suatu sore ketika saya sedang melakukan pengukuran timbulan dan komposisi sampah rumah tangga di TPS, saya mendapati mereka tengah mabuk. Namun, mereka masih dalam kendali (meskipun sebenarnya saya merasa takut saat itu). Alasan mereka melakukan ini adalah untuk meredakan rasa lelah mereka ketika melakukan pengumpulan sampah (sebagai doping). Ya, saya harus menghargai dan mengerti keadaan orang lain.

Tingkat kemiskinan juga berpengaruh terhadap kedekatan mereka dengan Pemiliknya. Faktanya, kemiskinan bisa mendekatkan dan menjauhkan mereka dari Pemiliknya. Beberapa petugas pengumpul sampah akan pulang ke rumah mereka sebelum adzan dzuhur menjelang (untuk melaksanakan shalat dzuhur), sedang beberapa lainnya masih asyik membongkar sampah di TPS ataupun melakukan pengumpulan sampah. Satu catatan penting, kita tidak memiliki kuasa untuk menilai tingkat religius orang lain. Itu urusan mereka dengan pemiliknya. Dalam hal ini, saya mengagumi toleransi mereka dengan orang lain, ketika mereka mengingatkan saya tentang jadwal shalat, meskipun mereka sendiri tidak melakukannya. Mereka akan bilang bahwa mereka sudah terlambat untuk melakukan perubahan. Lalu dengan senyum tipis saya akan menjawab bahwa tidak ada kata terlambat, sebab Ia selalu membuka pintu.

Ketika saya masih melakukan pengukuran timbulan dan komposisi sampah pada pukul 23.00 WIB, ada sekitar 5 anak laki-laki yang berasal dari pondok pesantren (berumur 11 tahun) sedang mendorong 1 gerobak berisi sampah ke TPS Wonokusumo Kidul. Saat saya tanya, mereka rupanya kedapatan piket mengumpulkan sampah ke TPS. Tugas ini hanya bisa dilakukan di malam hari, karena padatnya jadwal kegiatan mereka di pondok pesantren. Ketika itu saya hanya berdua dengan teman saya (seperti yang saya ceritakan sebelumnya) ditemani dengan Pak Sur (salah satu petugas pengumpul sampah). Kebanyakan orang awam menilai Pak Sur sebagai petugas pengumpul sampah yang sedikit menakutkan dengan rambut panjangnya, intonasi bicara yang tinggi, dan bahasa-bahasa “kotor” yang sering diucapkan. Padahal, beliau dengan tidak banyak bicara langsung mengambil alih pekerjaan membongkar sampah yang dilakukan oleh anak-anak pondok pesantren tadi. Anak-anak pondok pesantren lantas disuruhnya beristirahat dan mengamati saya yang sedang melakukan pengukuran timbulan dan komposisi sampah. Mereka bercerita bahwa petugas pengumpul sampah seringkali membantu mereka membongkar sampah (memindahkan sampah dari gerobak ke dalam kontainer), meski tengah malam sekalipun. Petugas pengumpul sampah juga kerap kali menemani saya hingga malam di TPS ketika pengambilan data belum selesai. Mereka, petugas pengumpul sampah, keheranan mengamati saya dan teman saya yang bersusah payah di lapangan dengan tumpukan sampah demi menyelesaikan pendidikan. Padahal, mereka saja enggan dengan sampah-sampah tersebut jika saja tidak dalam keterpaksaan.

Pendapatan petugas pengumpul sampah rumah tangga yang saya temui berkisar antara Rp. 250.000   Rp. 450.000 dengan cakupan pelayanan 1 RT dalam 1 bulan . Dengan pendapatan tersebut, petugas pengumpul sampah wajib melakukan pengumpulan sampah minimal dua kali dalam satu minggu, dimana jumlah kepala keluarga dalam 1 RT sekitar 40-70 kepala keluarga. Jika jumlah ritasi maksimal yang dapat dilakukan petugas pengumpul sampah dalam satu hari hanya 2 ritasi dan tidak melakukan pengumpulan sampah di hari minggu, maka jumlah wilayah pelayanan maksimal yang dapat dilakukan petugas pengumpul sampah hanya 7 RT dengan pendapatan berkisar Rp. 1.750.000 - Rp. 3.150.000. Beberapa petugas pengumpul sampah seperti Pak Nasir, Pak Markawi, dan Pak Tohari (atau yang lebih akrab dipanggil Pak KPK), melakukan ritasi hingga 4 ritasi dalam setiap harinya dengan pendapatan tidak lebih dari Rp. 3.500.000 dalam setiap bulan. Biasanya mereka akan menambah jumlah wilayah pengumpulan sampah dari sektor fasilitas umum (seperti pertokoan dan fasilitas pendidikan) untuk meningkatkan pendapatan. Cukup bayangkan saja, bagaimana bisa punggung, tangan, dan kaki mereka kuat menarik gerobak sampah dengan kapasitas hingga 1,8 m3 dalam setiap ritasi (sebenarnya kapasitas normal gerobak sampah sebesar 1,3 m3, tetapi sebagian dari mereka menambah kapasitas gerobak) selama bertahun-tahun. Belum lagi matahari yang terik sigap membakar ubun-ubun. Hanya keterpaksakan. Beruntungnnya, Tuhan sudah menyiapkan  segalanya dengan sangat baik.

Pertemanan saya dengan petugas pengumpul sampah (terutama petugas pengumpul sampah di TPS Wonokusumo Kidul) masih berlangsung hingga kini. Kadang saya mengunjungi mereka untuk melepas rindu dan bercerita kenangan-kenangan lalu. Saya banyak belajar dari mereka dan akan terus begitu. Kemudian saya menuliskan hasil belajar yang saya dapatkan pada tulisan ini. Saya ingin berbagi, sehingga kita sekalian bisa belajar bersama. Saya ingin berbagi, sebab ilmu tidak akan berguna jika dibiarkan begitu saja. Semoga kita sekalian termasuk orang-orang yang tidak lelah dalam belajar dan memperbaiki diri, juga semoga selalu dalam berkah Tuhan. Doa saya untuk semua yang sedang berjuang dan menempuh perjalanan.

image
Gambar 1 Pak Hadi dan Pak Anis Melakukan Pengumpulan Sampah

image
Gambar 2 Pak Gepeng Melakukan Kompaksi Sampah

image
Gambar 3 Pak Nasir dalam Perjalanan Menuju TPS

image
Gambar 4 Pak Sur dan Pak Ambon Memindahkan Sampah ke Kontainer

image
Gambar 5 Pak Ambon, Pak Edi, Pak Sur, dan Pak Khusnul Memindahkan Sampah ke Kontainer (Sambil Bersenda Gurau)

image
Gambar 6 Pak Kholil, Pak Yono, dan Pak Darmidi sedang Beristirahat

image
Gambar 7 Umi Murti (Penjaga TPS Wonokusumo Kidul) Memilah Barang Lapak

Comments

Popular posts from this blog

Untitled

Suatu ketika, sebelum keberangkatanku ke tanah ini, Rama berkata " Berkawanlah dengan orang banyak, tak usah cari perkara. Sebab kawan yang melapangkan jalanmu". Dan semenjak itu aku semakin meyakini kekuatan tali persaudaraan dari seorang teman. Aku bahkan pernah menjalin suatu hubungan asmara (yang tidak sepatutnya terjadi) dengan teman kecilku ketika aku beranjak remaja (SMP) hingga gerbang perkuliahan. Sekian lama hubungan itu dirajut, aku baru sadar bahwa seorang teman adalah teman, bukan pacar, bisa jadi teman adalah pacar, tapi tidak semua bisa begitu. Di akhir hubungan itu, dapat ditarik kesimpulan lebih baik menjadi teman. Sebab jika awalnya "diniatkan" menjadi teman, akan susah menjadi pacar, pun sebaliknya (Anggap saja sebagai latar belakang tulisan, walaupun sedikit curhat). Main-main di Kepetingan. Seru! Di masa perkuliahan bertemu dengan banyak teman baru. Banyak pengalaman berjalan sendiri tanpa dekapan orang tua di tanah rantau. Banyak

Lelaki Itu

Lelaki,ketika separuh hidup ia lalui dengan menenteng keceriaan di tangan. Pada kelabu waktu, kulihat jemarinya menggapai batangan salju yang mengepul dalam genangan kecoklatan. Separuh bola ikal yang terus saja menggigil diantara nafas yang tak lagi hangat. Lelaki itu masih saja menyongsong benang putih diatas kepalanya. Tak ada duri yang runcing, hanya sebuah nasib yang bertolak darinya. Bulan yang beku bukanlah belukar dalam gelas, tatkala tubuh meronta menahan lapar. Maka kembalilah ia dalam imajinya, dengan langkah pasti, kembali ia kejar harapan dengan sedikit kemungkinan. Lelaki dengan tubuhnya yang kerut itu menghangatkan bulan yang tengah menggigil. Lelaki dengan besi tua di kepalanya membaca waktu yang terus berlarian. Lelaki dengan gulungan kawat yang melingkari tubuhnya. Karat memang, tapi tak rapuh. Berduri tapi tak menusuk hati. Kembali ia lukiskan celurit dalam lingkar matahari. Matahari yang terbujur kaku. Kaku seperti benda ikal dalam genggamnya. Ada terompet yang berg

Kampong Rèng Majang

Selain terkenal dengan budayanya, Sumenep juga terkenal dengan keindahan pantainya. Beberapa pantai yang terkenal adalah adalah pantai Salopeng dan pantai Lombang. Bahkan Pantai Lombang mempunyai nilai plus di mata wisatawan, bukan hanya wisatawan lokal, wisatawan asing penasaran dengan cemara udang yang ada di Pantai Lombang. Jauh dari keberadaan kedua pantai ini rupanya ada Pantai lain yang terselip, yaitu Badur. Kuran g lebih satun yang lalu, aku dan teman sekelasku pergi ke pantai Badur. Kita semua benar-benar pertama kali datang kesana. Letak pantai tersebut di kecamatan Batu Putih. Dalam angan kita tempat tersebut ramai oleh pengunjung. Kita pergi ke Badur dengan menaiki mobil Pick up. Di perjalanan aku melihat pohon-pohon yang begitu indah. Batu-batu gunung juga menjulang tak kalah indahnya. Sayangnya, jalan menuju Pantai Badur rusak. Sehingga membuat kita merasa tengah menunggangi kuda yang berlari begitu cepat. Ternyata kuda tersebut benar-benar ada di daerah ini. Buktinya saj