Skip to main content

Kisah Kelinci

Di suatu angka pada kalender,
percaya atau tidak,
aku pernah dan akan tersesat.
Dan hanya dua kemungkinan
kembali pulang atau pergi


Pergi berarti meninggalkan
boleh masuk ke kandang macan
atau pulang ke rumah
tempat segala yang baik berdiam


Dan apakah lompatanku
berarti mencari
atau hanya luapan bahagia
karena aku dilahirkan oleh ibu kelinci,
itu rahasia Tuanku

Kemudian Ibu melepasku :
Selamat menembus langit, bidik bintangmu.
Bacalah mantra, sangu segala benda
bertemu dengan Penolongnya. Berkawanlah
dengan yang melapangkan,
jauhilah yang menyempitkan.



Aku telah memulai petualangan ini
pun juga harus menemukan akhirnya.
Semoga waktu tak lupa merekam,
kisah kita, para kelinci, yang berjuang mencari.



Kelinci-kelinci

Comments

Popular posts from this blog

Untitled

Suatu ketika, sebelum keberangkatanku ke tanah ini, Rama berkata " Berkawanlah dengan orang banyak, tak usah cari perkara. Sebab kawan yang melapangkan jalanmu". Dan semenjak itu aku semakin meyakini kekuatan tali persaudaraan dari seorang teman. Aku bahkan pernah menjalin suatu hubungan asmara (yang tidak sepatutnya terjadi) dengan teman kecilku ketika aku beranjak remaja (SMP) hingga gerbang perkuliahan. Sekian lama hubungan itu dirajut, aku baru sadar bahwa seorang teman adalah teman, bukan pacar, bisa jadi teman adalah pacar, tapi tidak semua bisa begitu. Di akhir hubungan itu, dapat ditarik kesimpulan lebih baik menjadi teman. Sebab jika awalnya "diniatkan" menjadi teman, akan susah menjadi pacar, pun sebaliknya (Anggap saja sebagai latar belakang tulisan, walaupun sedikit curhat). Main-main di Kepetingan. Seru! Di masa perkuliahan bertemu dengan banyak teman baru. Banyak pengalaman berjalan sendiri tanpa dekapan orang tua di tanah rantau. Banyak

Lelaki Itu

Lelaki,ketika separuh hidup ia lalui dengan menenteng keceriaan di tangan. Pada kelabu waktu, kulihat jemarinya menggapai batangan salju yang mengepul dalam genangan kecoklatan. Separuh bola ikal yang terus saja menggigil diantara nafas yang tak lagi hangat. Lelaki itu masih saja menyongsong benang putih diatas kepalanya. Tak ada duri yang runcing, hanya sebuah nasib yang bertolak darinya. Bulan yang beku bukanlah belukar dalam gelas, tatkala tubuh meronta menahan lapar. Maka kembalilah ia dalam imajinya, dengan langkah pasti, kembali ia kejar harapan dengan sedikit kemungkinan. Lelaki dengan tubuhnya yang kerut itu menghangatkan bulan yang tengah menggigil. Lelaki dengan besi tua di kepalanya membaca waktu yang terus berlarian. Lelaki dengan gulungan kawat yang melingkari tubuhnya. Karat memang, tapi tak rapuh. Berduri tapi tak menusuk hati. Kembali ia lukiskan celurit dalam lingkar matahari. Matahari yang terbujur kaku. Kaku seperti benda ikal dalam genggamnya. Ada terompet yang berg

Kampong Rèng Majang

Selain terkenal dengan budayanya, Sumenep juga terkenal dengan keindahan pantainya. Beberapa pantai yang terkenal adalah adalah pantai Salopeng dan pantai Lombang. Bahkan Pantai Lombang mempunyai nilai plus di mata wisatawan, bukan hanya wisatawan lokal, wisatawan asing penasaran dengan cemara udang yang ada di Pantai Lombang. Jauh dari keberadaan kedua pantai ini rupanya ada Pantai lain yang terselip, yaitu Badur. Kuran g lebih satun yang lalu, aku dan teman sekelasku pergi ke pantai Badur. Kita semua benar-benar pertama kali datang kesana. Letak pantai tersebut di kecamatan Batu Putih. Dalam angan kita tempat tersebut ramai oleh pengunjung. Kita pergi ke Badur dengan menaiki mobil Pick up. Di perjalanan aku melihat pohon-pohon yang begitu indah. Batu-batu gunung juga menjulang tak kalah indahnya. Sayangnya, jalan menuju Pantai Badur rusak. Sehingga membuat kita merasa tengah menunggangi kuda yang berlari begitu cepat. Ternyata kuda tersebut benar-benar ada di daerah ini. Buktinya saj